TERNYATA ... !!! Titiek Soeharto Posting Kisah Ayahnya, Perjuangan Bertahan tanpa Ibu Tien di Tengah Hujatan


Anak keempat Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto, Siti Hediati Hariyadi memposting foto disertai curhatan di media sosial Facebook.
Melalui akun Facebooknya bernama Siti Hediati Soeharto, SE, wanita yang akrab disapa Titiek Soeharto ini, memposting foto mendiang sang ayah bersama keluarga.
Selain itu, dalam keterangan fotonya Titiek juga menuliskan bagaimana sosok seorang Soeharto.
T
Titiek Soeharto
Titiek menceritakan bagaimana perjuangan ayahnya setelah istrinya, Ibu Tien Soeharto moeninggal.
Menurutnya di tengah terpaan hujatan dan fitnah, Soeharto dengan tabah dan sabar menghadapinya.
“Gusti Allah mboten sare (Tuhan tidak tidur), sing becik ketitik, sing olo ketoro (yang baik akhirnya akan tampak, yang buruk akan terlihat),” tulisnya dalam postingan yang diunggah, Kamis (16/6/2016).

Berikut tulisan lengkap dalam keterangan foto tersebut:
Kami Anak Petani - Pak Harto The Untold Story...
BUAT saya, Bapak sosok yang luar biasa.
Bapak mempunyai ketegaran, ketabhan, kesabaran, dan jiwa yang luar biasa besar.
Ketika ibu meninggal, Bapak tetap menjalankan tugas dan kewajiban beliau dengan tegar walaupun kehilangan orang yang sangat dicintainya.
Ketika hujatan dan fitnah berdatagan, beliau hadapi semuanya dengan tabah dan sabar karena beliau yakin kepada Yang Mahakuasa.
“Gusti Allah mboten sare (Tuhan tidak tidur), sing becik ketitik, sing olo ketoro (yang baik akhirnya akan tampak, yang buruk akan terlihat),” itu yang selalu beliau katakan.

Saya menyaksikan sendiri kesabaran dan jiwa besar Bapak ketika bertemu dengan orang-orang yang ikut andil melengserkan beliau dari jabatannya, padahal mereka orang-orang yang pernah diberi kesempatan dan dipercaya oleh Bapak.
Bapak merupakan seorang ayah yang memperhatikan anak-anaknya.
Walaupun dalam kesibukan menjalankan tugas sebagai seorang kepala Negara, bapak dan Ibu sendiri yang mengurus kami.
Setiap bulan Bapak sendiri yang mengingatkan saya untuk membayar uang sekolah.
Setelah Bapak memberikan saya uangnya, Ibu mengingatkan saya untuk membawa beras, karena pada saat saya duduk di sekolah dasar di Perguruan Cikini, biaya sekolah dibayar dengan uang serta beras satu liter.
Bapak tidak berkenan jika hal itu dilakukan oleh orang lain.
Bapak pula yang memberikan saya pendidikan agama dan mengajari saya membaca Al-Qur’an.
-------------------------------------
Tulislah di Atas Pasir di Pantai
Sejak saya masih di sekolah dasar, Bapak seringsekali memberitahu kami bahwa jabatan Bapak sebagai presiden adalah jabatan sementara.

Bapak selalu mengatakan, “Jikalau kamu ditanya oleh orang apa pekerjaan orangtuamu, jangan pernah bilang kamu anak presiden. Kamu bilang kamu anak perani, karena Bapak petani.”
Kami tidak diajarkan untuk menjadi orang yang sombong.
Dicontohkan langsung oleh Bapak dan Ibu, bukanlah jabatan yang membedakan setiap manusia, melainkan apa yang kita lakukan terhadap orang lain.
Beliau berdua juga membimbing kami agar terbiasa membantu mereka yang perlu pertolongan.
Bapak juga pernah mengatakan, “Jikalau menolong orang lain, tulislah diatas pasir pantai, supaya mudah hilang tersapu ombak. Tetapi, kalau kita ditolong orang lain, pahatlah di batu, agar kita selalu dapat mengingat budi orang tersebut.”
Dan menabung! Menabung! Menabung! Itu pula salah satu pesan orangtua saya yang tertanam dalam diri saya, dan saya teruskan kepada anak saya.
Setiap uang koin yang kami peroleh, beliau selalu menyuruh kami untuk memasukannya kedalam celengan tanah liat, yang hanya boleh dipecah kalau sudah penuh.

Setelah dipecah pun kami harus memasukkan uangnya di tabungan bank. Dengan uang yang kami kumpulkan, kami dididik untuk dapat menggunakannya untuk menolong orang lain.
“Bercita-citalah menjadi orang yang suka memberi, bukan orang yang suka meminta,” kata Bapak.
---------------------------------
Mikul Dhuwur Mendem Jero
---------------------------------
Keperihatinan Bapak terhadap rakyat Indonesia begitu besar.
Hal ini saya liat ketika dalam keadaan berbaring di rumah sakit, dengan bicara terbata-bata, beliau sempat mengucapkan, “Kasihan rakyat kok harus mengantre beras,” Bapak mengucapkannya sembari mengelus dada beliau.
Kemudian Bapak mengajak orang yang berada di sekeliling beliau pada saat itu untuk mendoakan supaya rakyat Indonesia makmur.
Bapak dan Ibu merupakan panutan bagi kami.
Semua yang beliau ajarkan kepada kami, di antaranya bagaimana kita harus memperlakukan orangtua kita baik di masa hidup maupun setelah wafat (mikul dhuwur mendem jero) dan apa yang beliau lakukan menjadi bekal hidup kami.
Semua wejangan beliau, kami rasakan manfaatnya sekarang.

Walaupun masa kecil saya tidak seperti umumnya anak-anak lain, tetapi kehangatan dan perhatian orangtua tetap saya rasakan.
Semua terobati dengan melihat dedikasi dan keberhasilan beliau membangun Indonesia.
Saya bangga menyandang nama Soeharto di belakang nama saya.
Sumber: “Pak Harto The Untold Stories” – Siti Hutami Endang Adiningsih

0 Response to "TERNYATA ... !!! Titiek Soeharto Posting Kisah Ayahnya, Perjuangan Bertahan tanpa Ibu Tien di Tengah Hujatan"

Post a Comment